NASKAH USULAN
PENULISAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
PEMINATAN GEO INFORMATIKA
“JUDUL”
SISTEM INFORMASI
BERBASIS WEBGIS DALAM PENENTUAN SEBARAN HABITAT SATWA LANGKA
(Studi
Kasus Taman Nasional Gunung Gede –Pangrango)
AKBAR HIDAYAT
10215410880
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2014
1
LATAR BELAKANG
Penyebaran dan
pertumbuhan populasi satwa langka di Indonesia terutama Gunung Gede-Pangrango
banyak mengalami penurunan, selain faktor lingkungan, penyebab berkurangnya
jumlah satwa yang hidup bebas di alam adalah faktor manusia. Eksploitasi
besar-besaran terhadap hewan untuk dijadikan bahan perdagangan dan perburuan
menyebabkan semakin banyaknya satwa langka. Satwa langka merupakan sebuah
akibat dari penurunan jumlah populasinya di alam bebas dan mengalami
kepunahan.Habitat merupakan tempat suatu makhluk hidup, semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang disebut
habitat [Odum, 1993]
Perburuan ini termasuk
perburuan liar karena sesungguhnya perburuan ini tidak diperbolehkan oleh
peraturan pemerintah maupun peraturan konservasi dan manajemen kehidupan.
Perburuan liar adalah tindakan ilegal yang bertentangan dengan aturan dan
undang – undang yang mengatur tentang perburuan liar terdapat pada pasal 21 (2)
huruf a dan b pasal 40 UU No. 5/1990 tentang konservasi SDA Hayati dan
Ekosistem dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. [2]
Satwa
langka ini harus segera dilindungi pada habitatnya agar tetap lestari dan tidak
punah. Oleh sebab itu dibutuhkannya sebuah sistem informasi geografis berbasis
web yang dapat mempermudah pengawasan sebaran habitat satwa langka yang ada di
Gunung Gede- Pangrango, sehingga petugas ataupun polisi hutan dapat mengetahui
dimana lokasi ataupun titik-titik koordinat habitat hewan langka tersebut
berada berdasarkan tampilan peta yang disajikan dalam bentuk webgis.
2
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang tersebut maka perlu dilakukan implementasi suatu aplikasi sistem informasi geografis berbasis web untuk
memetakan habitat satwa langka wilayah Gunung Gede – Pengrango, melalui (1)
perolehan analisis ancaman kepunahan satwa langka tersebut; (2) input titik – titik koordinat GPS Habitat satwa
langka ke dalam sistem, dan (3) Penerapan metode Interpolasi IDW (Invers
Distance Weighted) untuk implementasi pemetaan sebaran habitat satwa langka
berbasis webgis di TNGGP.
3
BATASAN
MASALAH
Pembatasan masalah diperlukan dalam penelitian ini
agar tidak menyimpang dari konsep yang telah ditentukan. Adapun batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Lokasi habitat satwa langka
berada di TNGGP, dan (2) Satwa langka dibatasi hanya 4 jenis satwa langka,
yaitu : Owa Jawa (Hylobates
moloch), Surili Jawa (Grizzled Leaf Monkey),
Trenggiling (Manis javanica) dan Macan Tutul (Panthera padus melas).
4
TUJUAN
PENELITIAN
a.
Mengetahui posisi pergerakan satwa
langka.
b.
Memetakan sebaran habitat wilayah satwa
langka.
c.
Menampilkan sebaran habitat satwa langka
dalam tampilan webgis
5
KONTRIBUSI
PENELITIAN
Setelah pelaksanaan dan
pencapaian tujuan penelitian, maka dapat diharapkan kontribusi hasil penelitian
sebagai berikut :
a. Mampu
memberikan pemahaman kepada masyarakat akan arti pentingnya kehidupan satwa
langka tersebut agar tetap dijaga dan dilestarikan serta Masyarakat sebagai
penduduk asli warga negara indonesia wajib untuk melindungi eksistensi
hewan-hewan langka yang ada di Indonesia khususnya yang ada di Gunung Gede
Pangrango.
b. Pemerintah
kota / provinsi sebagai pembuat
kebijakan pengelolaan Satwa Langka mampu mengawasi tindak perburuan liar dan
Eksploitasi besar-besaran terhadap hewan untuk dijadikan bahan perdagangan dan
perburuan menyebabkan semakin banyaknya hewan langka.
6
TINJAUAN
PUSTAKA
6.1
Hasil Penelitian terkait sebelumnya
Tabel
6.1
Studi literature hasil penelitian yang terkait
No
|
Judul Penelitian, Penulis, Tahun
|
Resume hasil penelitian
|
1.
|
Pemodelan spasial habitat katak pohon
jawa (rhacophorus javanus boettger 1893) dengan menggunakan sistem
informasi geografis dan penginderaan jarak jauh di taman nasional gunung gede pangrango jawa
barat, Muhammad Irfansyah Lubis, 2008 [9]
|
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui model sebaran spasial habitat Rhacophorus
javanus di TNGP dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan
Penginderaan Jarak Jauh.
|
2.
|
Sebaran
Populasi Dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa Panthera pardus melas Cuvier
1809 DI PROVINSI JAWA TENGAH Hendra Gunawan Lilik B. Prasetyo2, Ani
Mardiastuti dan Agus P. Kartono. 2009 [10]
|
Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan peta baru tentang sebaran populasi macan
tutul di Provinsi Jawa Tengah menurut wilayah unit pengelolaan hutan dan
menurut tipe hutan. Melalui penelitian ini juga dipelajari kemungkinan adanya
preferensi macan tutul terahadap tipe hutan tertentu dan faktor-faktor penyebabnya.
|
3.
|
Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates
Moloch Audebert 1797) Di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Helianthi Dewi, Lilik Budi Prasetyo Dan
Dones Rinaldi, 2007 [11]
|
penelitian
ini dilakukan dengan tujuan (1) analisis spasial tingkat kesesuaian habitat
owa jawa (H. moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun- Salak; (2)
menduga kondisi habitat owa jawa (H. moloch) di Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak
|
4.
|
Studi Sebaran Spasial Aktivitas Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae Pocock, 1929)Di Sptn V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman
Nasional Kerinci Seblat, Marlan, 2009 [12]
|
Harimau
sumatera di lokasi penelitian memiliki bentuk sebaran spasial aktivitas mengelompok
di hutan perbukitan. Tipe aktivitas harimau sumatera di lokasi penelitian
terbukti di pengaruhi oleh
karakteristik
habitat. Aktivitas harimau sumatera lebih banyak ditemukan pada tipe hutan
perbukitan. Aktivitas berjalan dapat diketahui pada daerah yang berdekatan
dengan sungai karena kondisi lantai hutannya berpasir atau tanah lembek.
|
5.
|
Tingkat Kesesuaian Dan Preferensi
Habitat Leptophryne Cruentata, Tschudi 1838 Di
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,Susi Oktalina, 2010 [13]
|
Habitat
dengan tingkat kelas kesesuaian tinggi mempunyai luas yaitu 653,625 ha,
tingkat kesesuaian habitat rendah mempunyai luas 16.077,847 ha dan tingkat kesesuaian
sedang mempunyai luas 7.666,023 ha. Faktor dominan yang mempengaruhi
ditemukannya kodok merah adalah Jarak dari jalur manusia/patroli dengan
memperhatikan faktor-faktor lain yaitu faktor arus sungai, faktor subsrat dan
faktor vegetasi.
|
6
|
Sistem Informasi Geografis Berbasis
Web Penyebaran Demam Berdarah Dengue Kota Bogor, Albert Yosua, 2007. [15]
|
Sistem
Informasi Geografis penyebaran DBD di Kota Bogor merupakan suatu aplikasi
yang memberikan informasi tentang persebaran DBD. Informasi yang diberikan
berupa visualisasi persebaran curah hujan dan penderita DBD secara spasial
dengan menggunakan metode Interpolasi
IDW
|
6.2
Pengertian Sistem Informasi
Geografis
Sistem
Informasi yang menggunakan data-data spasial yang merupakan salah satu ciri
dari sistem informasi geografis telah banyak mengalami perkembangan, dan salah
satu pengertian sistem informasi geografis tersebut adalah kumpulan yang
terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan
personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan dan
mengupdate, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan semua bentuk informasi
yang berferensi geografis (Prahasta 2009 :117). Banyaknya pemahaman tentang
sistem informasi geografis yang ada tergantung dari segi mana sistem informasi
geografis itu dilihat. Di pengertian lain, sistem informasi geografis adalah
sistem iinformasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi
secara spasial atau koordinat geografi. Dengan kata lain, SIG merupakan sistem
basis data dengan kemampuan khusus dalam menangani data yang tereferensi secara
spasial, selain merupakan sekumpulan operasi – operasi yang dikenakan terhadap
data tersebut ( prahasta, 2002 : 57) [3]
6.3
Hewan Langka
Hewan langka merupakan hewan yang sudah jarang ditemukan,
dan keberadaannya hanya terdapat di tempat-tempat tertentu. Hewan langka adalah
hewan yang hampir terancam punah dari keberadaannya akibat dari keserakahan
manusia yang melakukan penebangan hutan secara liar yang merupakan habitat dan
ekosistem dari hewan tersebut. Disamping itu yang menyebabkan kepunahan mereka
adalah pembakaran hutan baik yang disebabkan oleh pemanasan global maupun
adanya kesengajaan dari manusia itu sendiri dengan tujuan untuk memperluas
areal pertanian ataupun memperluas wilayah pemukiman. Banyaknya hiasan-hiasan
yang menggunakan tulang belulang dari hewan dengan harga yang lebih mahal,
menjadikan perburuan dan perdagangan hewan menjadi semakin meningkat tanpa
mengindahkan punahnya keberadaan hewan tersebut.
Di Indonesia terdapat banyak hewan langka yang
tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Masyarakat sebagai penduduk asli warga
negara indonesia wajib untuk melindungi eksistensi hewan-hewan langka yang ada
di Indonesia, akan tetapi kurangnya informasi tentang hewan-hewan langka
menjadi kendala untuk mengoptimalkan pelestarian hewan-hewan langka.
Berikut ini merupakan penjelasan beberapa jenis satwa yang ada di TNGGP.
Jenis satwa akan diterangkan dengan nama latin, dan nama lokal satwa, sebagai
berikut:
1.
Owa Jawa /
Javan gibbon (Hylobates moloch)
Termasuk
kategori Endangered menurut IUCN Tubuh Owa Jawa ditutupi rambut yang berwarna
kecoklatana sampai keperakan atau kelabu, bagian atas kepala berwarna hitam,
Muka seluruhnya berwarna hitam. Owa Jawa ini mudah dikenal terutama karena
tidak berekor, sehingga tergolong kelompok kera (Apes), kelompok monyet
mempunyai ekor.
Owa termasuk
satwa monogami dan hanya mempunyai satu pasangan untuk seumur hidup. “Keluarga
inti”, biasanya terdiri dari 2 jantan dan 2 remaja, dan sangat territorial.
Tidak seperti jenis Owa lain, Owa Jawa Betina yang bersuara untuk mengontrol
teritorialnya setiap pagi dengan melakukan kontes suara/bernyanyi. Nama Owa
berasal dari vokalisasi Owa yang sangat khas yang bisa didengar di hutan-hutan
habitat Owa.
Terdaftar
dalam IUCN masuk dalam kategori Endangered. Owa Jawa sudah dilindungi melalui
Peraturan Perundang-Undangan RI sejak tahun 1931. Seperti Owa lainnya, Owa Jawa
juga sering dipelihara sebagai hewan peliharaan (Pet), dan dijual di pasar
hewan. Namun, karena peraturan perlindungan satwa ini cukup ketat, perdagangan
Owa sudah tidak dilakukan secara terang-terangan.
2.
Surili Jawa
(Presbytis comata)
Populasi
Surili Jawa (Presbytis comata) semakin menurun seriring dengan
berkurangnya luas hutan dan kerusakan hutan yang terjadi di pulau Jawa. Pada
tahun 1986 diperkirakan terdapat 8.040 ekor Surili Jawa (Kool 1992) namun pada
tahun 1999 jumlahnya tersisa 2.500 ekor saja (IUCN).
Karena
populasinya yang semkin menurun ini, IUCN Redlist memasukkan Surili Jawa dalam status
konservasi Endangered (terancam punah) sejak tahun 1988 hingga sekarang. CITES
juga memasukkannya dalam daftar Apendiks II. Sedangkan oleh pemerintah
Indonesia, Surili Jawa termasuk dalam satwa yang dilindungi sejak 5 April 1979,
berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 247/Kpts/ Um/ 1979. Juga dilindungi
berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991,
No. 301/Kpts-II/ 1991. Selain itu status dilindunginya primata endemik ini juga
tertuang dalam lampiran PP No 7 Tahun 1999.
3.
Macan Tutul
Jawa (Panthera
pardus melas)
Kucing
besar ini termasuk satwa yang dilindungi dari kepunahan di Indonesia berdasarkan
UU No.5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999. Oleh IUCN Red list, Macan
Tutul Jawa (Panthera padus melas) digolongkan dalam status konservasi “Kritis”
(Critically Endangered). Selain itu juga masuk dalam
dalam CITES Apendik I yang berarti tidak boleh diperdagangkan.
Jumlah populasi Macan Tutul Jawa
tidak diketahui dengan pasti. Data dari IUCN Redlist memperkirakan populasinya
di bawah 250 ekor (2008) walaupun oleh beberapa instansi dalam negeri terkadang
mengklaim jumlahnya masih di atas 500-an ekor.
4.
Trenggiling
(Manis Javanica)
Trenggiling (Manis
javanica) atau dalam bahasa inggris disebut
Sunda Pangolin adalah salah satu spesies dari genus Manis (Pangolin).
Trenggiling hidup di hutan tropis dataran rendah. Makanan utamanya adalah
serangga (semut dan rayap). Binatang ini mempunyai bentuk tubuh khas yang
memanjang dan tertutupi sisik. Panjang dari kepala hingga pangkal ekor mencapai
58 cm. Panjang ekor mencapai 45 cm. Berat tubuh trenggiling sekitar 2 kg.
Trenggiling (Manis javanica)
merupakan binatang nokturnal yang aktif melakukan kegiatan hanya di
malam hari. Satwa langka ini mampu berjalan beberapa kilometer dan balik
lagi kelubang sarangnya yang ditempatinya untuk beberapa bulan.
Karena itu, trenggiling di oleh IUCN (International Union for the
Conservation of Nature and Natural Resources) mengkategorikannya dalam “genting” (Endangered; EN) dalam IUCN Red List. Spesies ini juga
dilindungi oleh CITES sebagai Apendiks II. Oleh pemerintah Indonesia,
Trenggiling juga termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 tahun
1999.
6.4
Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) mempunyai peranan yang penting dalam
sejarah konservasi di Indonesia. Ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun
1980. Dengan luas 22.851,03 hektar, kawasan Taman Nasional ini ditutupi oleh
hutan hujan tropis pegunungan, hanya berjarak 2 jam (100 km) dari Jakarta. Di
dalam kawasan hutan TNGGP, dapat ditemukan “si pohon raksasa” Rasamala, “si
pemburu serangga” atau kantong semar (Nephentes spp); berjenis-jenis anggrek
hutan, dan bahkan ada beberapa jenis tumbuhan yang belum dikenal namanya secara
ilmiah, seperti jamur yang bercahaya. Disamping keunikan tumbuhannya, kawasan
TNGGP juga merupakan habitat dari berbagai jenis satwa liar, seperti kepik
raksasa, sejenis kumbang, lebih dari 100 jenis mamalia seperti Kijang,
Pelanduk, Anjing hutan, Macan tutul, Sigung, dll, serta 250 jenis burung.
Kawasan ini juga merupakan habitat Owa Jawa, Surili, Trenggiling dan Lutung dan
Elang Jawa yang populasinya hampir mendekati punah. Ketika anda hiking di
kawasan TNGGP, anda dapat menikmati keindahan ekologi hutan Indonesia.
Sebagai
kawasan wisata dan rekreasi, saat akhir minggu (Sabtu dan Minggu) dan hari
libur, kawasan wisata Cibodas dan Kebun Raya Cibodas akan diramaikan oleh
pengunjung yang membeli suvenir dan oleh-oleh berupa sayuran dan buah-buah
segar dengan harga terjangkau dari pasar wisata di Cibodas. Nikmati liburan
anda di kawasan taman nasional, dengan indahnya pesona alam pegunungan,
menyegarkan diri anda setelah hari-hari yang sibuk, dan anda dapat belajar
tentang alam dan ekosistem alam. Mari bersama-sama melestarikan alam yang
sangat berharga ini dan mewariskannya kepada generasi yang akan datang.
6.5
Web GIS
KONSEP DASAR WEB GIS
Geographic
Information System (GIS) merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja dengan
data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. GIS
memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan
operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisa data. Applikasi GIS
saat ini tumbuh tidak hanya secara jumlah applikasi namun juga bertambah dari
jenis keragaman applikasinya. Pengembangan applikasi GIS kedepannya mengarah
kepada applikasi berbasis Web yang dikenal dengan Web GIS. Hal ini disebabkan
karena pengembangan applikasi di lingkungan jaringan telah menunjukan potensi
yang besar dalam kaitannya dengan geo informasi. Sebagai contoh adalah adanya
peta online sebuah kota dimana pengguna dapat dengan mudah mencari lokasi yang
diinginkan secara online melalui jaringan intranet/internet tanpa mengenal
batas geografi penggunanya. Secara umum Sistem Informasi Geografis dikembangkan
berdasarkan pada prinsip input/masukan data, managemen, analisis dan
representasi data.
Aplikasi
berada disisi client yang
berkomunikasi dengan Server sebagai penyedia data melalui web Protokol seperti
HTTP (Hyper Text Transfer Protocol).
Applikasi seperti ini bisa dikembangkan dengan web browser (Mozzila Firefox,
Opera, Internet Explorer, dll). Untuk menampilkan dan berinteraksi dengan data
GIS, sebuah browser membutuhkan Pug-In
atau Java Applet atau bahkan
keduanya. Web Server bertanggung jawab terhadap proses permintaan dari client
dan mengirimkan tanggapan terhadap respon tersebut. Dalam arsitektur web,
sebuah web server juga mengatur komunikasi dengan server side GIS Komponen.
Server side GIS Komponen bertanggung jawab terhadap koneksi kepada database
spasial seperti menterjemahkan query kedalam SQL dan membuat representasi yang
diteruskan ke server. Dalam kenyataannya Side Server GIS Komponen berupa software libraries yang menawarkan
layanan khusus untuk analisis spasial pada data. Selain komponen hal lain yang
juga sangat penting adalah aspek fungsional yang terletak di sisi client atau di server
7
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan dalam penyusunan naskah usulan skripsi ini meliputi tiga bagian pokok
yaitu metode pengumpulan data, metode analisa dan metode perancangan sistem.
Adapun bagan alir
tahapan penelitian dan kerangaka berpikir dapat dilihat pada gambar 7.1 dan 7.2
berikut :
a.
Kerangka Berpikir
Gambar
7.1 Kerangka Berpikir
b.
Metodelogi Penelitian
Gambar
7.2 Metodelogi Penelitian
7.1
Metode
Pengumpulan Data
Langkah
requirement definition merupakan langkah awal dalam penelitian ini
dimana pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data.
a. Data
Primer
1.
Observasi dilakukan dalam pengambilan data-data
di lapangan
2.
Wawancara dilakukan dengan pihak
pengelola TNGGP untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
b. Data
Sekunder
3.
Studi literatur
Studi
literatur didapat dari referensi berbagai sumber, baik dari buku, jurnal dan
dari internet.
7.2
Metode
Analisa pengukuran Pola Sebaran Habitat Satwa Langka
Penelitian ini dikembangkan dengan metode Interpolasi.
Merupakan salah satu analisis spasial dalam proses geometris citra,
piksel-piksel citra dipetakan dari suatu citra kecitra yang lainnya melalui
suatu teknik pemetaan forward maupun reverse. Pada dasarnya interpolasi
adalah suatu proses pendekatan sehingga memungkinkan terjadi perubahan terhadap
degradasi kualitas citra pada saat algoritma interpolasi diterapkan. Sedangkan
dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang
tidak disampel atau diukur, sehingga terbuatlah peta atau sebaran nilai pada
seluruh wilayah (Gamma Design Software,
2005). Dalam pengaplikasian metode yang digunakan yaitu metode IDW.
Metode IDW (Inverse Distance Weighted)
Metode
ini memiliki asumsi bahwa setiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat
lokal yang berkurang terhadap jarak. Metode IDW umumnya dipengaruhi oleh invers jarak yang diperoleh dari
persamaan matematika. Pada metode interpolasi ini dapat menyesuaikan pengaruh
relatif dari titik sampel. Nilai power pada interpolasi IDW ini menentukan
pengaruh terhadap titik-titik masukan (input),
dimana pengaruh akan lebih besar pada titik-titik yang lebih dekat sehingga
menghasilkan permukaan yang lebih detail. Pengaruh akan lebih kecil dengan
bertambahnya jarak dimana permukaan yang dihasilkan kurang detail dan terlihat lebih halus. Jika nilai power diperbesar berarti
nilai keluaran (output) sel menjadi
lebih terlokalisasi dan memiliki nilai rata-rata yang rendah. Penurunan nilai
power akan memberikan keluaran dengan rata-rata yang lebih besar karena
akan memberikan pengaruh untuk area yang
lebih luas. Jika nilai power diperkecil maka dihasilkan permukaan yang lebih
halus. Bobot yang digunakan untuk rata-rata adalah turunan fungsi jarak antara
titik sampel dan titik yang diinterpolasi (philip
dan waton, 1982 dalam merwade et al. 2006). Fungsi umum
pembobotan adalah invers dari kuadrat jarak, dan persamaan ini digunakan pada
metode invers distance weighted yang
dirumuskan dalam formula berikut ini (Azpura dan Ramos, 2010)
Dimana Zi (i = 1,2,3,
... ,N) merupakan nilai ketinggian data yang ingin diinterpolasi sejumlah N
titik, dan bobot (weight) wi yang dirumuskan
sebagai:
P adalah nilai
positif yang dapat diubah-ubah yang disebut dengan parameter power (biasanya
bernilai .2) dan hi merupakan jarak dari sebaran titik ke titik interpolasi
yang dijabarkan sebagai
(x,y)
adalah koordinat titik interpolasi dan (xi,yi) adalah koordinat untuk setiap
sebaran titik. Fungsi peubah weight bervariasi untuk keseluruhan data sebaran
titik sampai pada nilai yang mendekati nol dimana jarak bertambah terhadap
sebaran titik.
Kelebihan dari metode interpolasi IDW ini adalah
karakteristik interpolasi dapat terkontrol dengan membatasi titik-titik masukan
yang digunakan dalam proses interpolasi. Titik-titik yang terletak jauh dari titik
sampel dan yang diperkirakan memiliki korelasi spasial yang kecil atau bahkan
tidak memiliki korelasi spasial dapat dihapus dari perhitungan. Titik-titik
yang digunakan dapat ditentukan secara langsung, atau ditentukan berdasarkan
jarak yang ingin diinterpolasi IDW adalah tidak dapat mengestimasi nilai diatas
nilai maksimum dan dibawah nilai minimum dari titik-titik sampel (Pramono,
2008) [14]
7.3
Metode
Perancangan Sistem dengan menggunakan model waterfall
Metode
Waterfall adalah suatu proses pengembangan perangkat lunak berurutan, di mana
kemajuan dipandang sebagai terus mengalir ke bawah (seperti air terjun)
melewati fase-fase perencanaan, pemodelan, implementasi (konstruksi), dan
pengujian. Berikut adalah gambar pengembangan perangkat lunak berurutan/ linear
(Pressman, Roger S. 2001)
Gambar
7.3 Model Waterfall
1. Tahap
analisis (analysis)
Pada
tahap ini dilakukan pengumpulan kebutuhan elemen-elemen ditingkat perangkat
lunak dan perangkat keras serta analisa kebutuhan data. Pada tahap ini
dapat menentukan informasi, fungsi,
proses atau prosedur yang diperlukan beserta unjuk-kerjanya.
a. Analisa
Kebutuhan data
Pada
penyusunan skripsi terdapat data-data pendukung yang digunakan oleh penulis,
dan data-data informasi sebagai bahan dalam mendukung kebenaran akan materi
yang disampaikan, beberapa data tersebut meliputi :
Tabel 7.1 Kebutuhan data
No
|
Jenis
Data
|
Sumber,
Tahun
|
1
|
Peta
Lokasi perjumpaan, skala 1:25.000
|
Taman
Nasional Gede Pangrango, 2014
|
2
|
Peta
Ketinggian, skala 1:25.000
|
Taman
Nasional Gede Pangrango, 2014
|
3
|
Peta
Tutupan Lahan, skala 1:25.000
|
Taman
Nasional Gede Pangrango, 2014
|
4
|
Peta
Aliran Sungai, skala 1:25.000
|
Taman
Nasional Gede Pangrango, 2014
|
b.
Perangkat Keras
Perangkat
keras yang digunakan dalam implementasi Sistem Informasi pemetaan sebaran
habitat satwa langka ini berupa Laptop (Notebook) dengan
spesifikasi sebagai berikut:
1)
Merek : TOSHIBA®
2)
Type : Satelllite C640
3)
Processor : Intel(R) Core i3 CPU M370@2.40GHz,,
4)
RAM :
DDR3 2 GB,
5)
VGA : Intel®HD Graphics Family
6)
Harddisk : Toshiba
500 GB.
Dan GPS Oregon 550 dengan spesifikasi sebagai berikut :
1.
Ukuran unit : 2.3″ x 4.5″ x 1.4″ (5.8 x 11.4 x 3.5 cm)
2.
Ukuran layar : 1.53″W x 2.55″H (3.8 x 6.3 cm); 3″
diagonal (7.6 cm)
3.
Resolusi layar : 240 x 400 pixels
4.
Type layar : TFT Layar sentuh
5.
Berat : 192 gram termasuk battere
6.
Batere : 2 X AA alkaline
7.
Daya tahan batere : 16 jam
8.
Daya tahan air :
waterproof IPX7
9.
Tingkat sensitifitas : height sensitif
10.
Kamera : 3.2 MP
11.
Feature : Kompas,
altimiter
12.
Traclog : 10.000 log dan 200 track tersimpan
13.
waypoint :
2000
14.
Built in
memory : 850 MB
15.
External
memory : MicroSD
c. Perangkat
Lunak
Perancangan
dan pembuatan sistem informasi sebaran habitat satwa langka ini menggunakan software pendukung.
Perangkat lunak yang digunakan, seperti ditunjukkan pada Tabel 7.2 berikut ini.
Tabel
7.2 Perangkat Lunak
No.
|
Perangkat
lunak
|
Deskripsi
|
1
|
Microsoft Windows 7 Untimate
|
Sistem operasi yang digunakan
|
2
|
ArcGIS
10
|
Software
yang
digunakan untuk Mengolah data sebaran habitat satwa langka dan mendigitasi
peta sebaran
|
No.
|
Perangkat
lunak
|
Deskripsi
|
3
|
PostgreSQL
|
Software
yang digunakan untuk mengolah database spasial
|
4
|
Macromedia
Dreamweaver
|
Software yang digunakan untuk membuat halaman HTML dan membuatnya lebih mudah untuk merancang sebuah situs web
|
5
|
XAMPP
1.7.7
|
Software yang digunakan sebagai server yang
berdiri sendiri (localhost), yang terdiri atas program Apache HTTP Server, PHP, PostgreSQL .
|
6
|
Microsoft
Office Excel 2007
|
Software
yang
digunakan untuk perhitungan bobot dari data yang diperoleh.
|
7
|
Microsoft
Office Word 2007
|
Software
yang
digunakan untuk membuat tulisan ilmiah.
|
8
|
Microsoft
Office Power Point 2007
|
Software
yang
digunakan untuk presentasi.
|
9
|
Microsoft
Office Visio 2010
|
Software
yang
digunakan untuk mendesain flowchart
dan UML.
|
2. Tahap
Perancangan (Design)
Desain sistem yang di
usulkan dalam pembuatan Sistem Informasi Spasial Berbasis WebGis pada Pemetaan
Sebaran Habitat Satwa Langka ini meliputi beberapa proses diantaranya desain
proses, desain basis data, dan desain interface.
a. Desain
Proses
Pada desain proses ini, perancangan
dilakukan berdasarkan permasalahan – permasalahan yang ada serta berdasarkan
kebutuhan pengguna. Dengan tools Data
Flow Diagram (DFD). Data Flow diagram ini dirancang berdasarkan analisa
untuk digunakan sebagai rancangan sistem usulan.
Pengguna
|
SISTEM INFORMASI BERBASIS
WEBGIS DALAM PENENTUAN SEBARAN HABITAT SATWA LANGKA
|
Pihak pengelola
TNGGP
|
Gambar 7.3 Diagram
Konteks
b. Desain
Basis Data
Setelah perancangan sistem dilakukan,
maka selanjutnya adalah perancangan database dengan menggunakan tools Entity
Relationship Diagram (ERD) yang menggambarkan hubungan antara entitas – entitas
pada DFD, serta normalisasi data untuk mencegah data – data redudance (ganda)
Tabel Basisdata Spasial
Tabel 7.3 Spesies satwa
langka
ID
|
Spesies
|
Lokasi
|
X
|
Y
|
Ketinggian (mdpl)
|
Jumlah
|
Tabel 6 : Tabel Struktur Field
No
|
Nama Field
|
Type Data
|
Size
|
Null
|
Index
|
1
|
Id_spesies
|
Number
|
15
|
Y
|
Primary_Key
|
2
|
Spesies
|
Varchar
|
20
|
Y
|
-
|
2
|
Lokai_satwa_langka
|
Varchar
|
20
|
Y
|
-
|
3
|
Koordinat_X
|
Number
|
15
|
Y
|
-
|
4
|
Koordinat_Y
|
Number
|
15
|
Y
|
-
|
5
|
Ketinggian
|
Number
|
5
|
Y
|
-
|
6
|
Jumlah
|
Number
|
4
|
N
|
-
|
c. Desain
Antarmuka Aplikasi
Desain antar muka aplikasi ini bertujuan
untuk menemukan bentuk yang baik dari tampilan aplikasi, sehingga dapat
memudahkan user dalalm pengguna
aplikasi, seperti yang dicontohkan pada gambar
7.4 berikut,
Gambar
7.4 Tampilan Antarmuka Aplikasi
3. Tahap
Pemograman (Coding)
Tahap
ini sering disebut juga sebagai tahap implementasi perangkat lunak atau coding.
Pada tahap ini dilakukan implementasihasil rancangan kedalam baris-baris kode
program yang dapat dimengerti oleh mesin (computer).
4. Tahap
pengujian (testing)
Pada
tahap ini terlebih dahulu adalah pengujian terhadap fungsi atau prosedur yang
terdapat dalam modul (kelas). Jika setiap fungsi dan prosedur tersebut selesai
diuji dan tidak mengalami masalah, maka modul-modul yang bersangkutan dapat
diintegrasikan hingga membentuk suatu perangkat lunak yang utuh.
5. Tahap
pengoperasian dan pemeliharaan (maintenance)
Ini
merupakan tahap akhir dalam metode waterfall. Software yang sudah jadi
dijalankan serta dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan termasuk dalam
memperbaiki kesalahan yang tidak ditemukan pada langkah sebelumnya. Perbaikan
implementasi unsistem dan peningkatan jasa sistem sebagai kebutuhan baru.
8
JADWAL PELAKSANAAN
Jadwal pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan serta pembuatan laporan berupa
presentasi hasil penelitian. Dalam tahap persiapan dilakukan perencanaan
menyeluruh terhadap segi pendanaan, pengumpulan literatur dan observasi untuk
pengumpulan data. Tahap pelaksanaan, merupakan kegiatan yang membutuhkan
alokasi waktu cukup lama, karena kegiatan ini meliputi perancangan, pembuatan
dan uji coba aplikasi yang akan dibuat. Tahap pembuatan presentasi merupakan
tahap akhir pelaksanaan penelitian ini. Jadwal pelaksanaan penelitian diujudkan
dalam bentuk bar chart atau time table seperti ditunjukkan pada lampiran 1.
9
RENCANA
BIAYA PENELITIAN
Biaya penelitian ini
meliputi biaya transportasi, biaya akses Internet, biaya ATK dan
biaya tak terduga. Biaya transportasi digunakan untuk transportasi ke,
perpustakaan, toko buku dan lain-lain sebesar Rp 900.000 (sembilan ratus ribu
rupiah). Biaya akses Internet sebesar Rp 400.000,00 (empat ratus ribu
rupiah). Biaya ATK sebesar Rp 300.000 (tiga ratus ribu rupiah). Biaya ATK
digunakan membeli alat tulis, pembuatan prosposal, pembuatan skripsi dan
lain-lain. Biaya tak terduga disediakan biaya sebesar Rp 400.000 (empat ratus
ribu rupiah). Biaya ini digunakan untuk membiayai keperluan diluar dugaan.
Total biaya sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah). Rincian perkiraan biaya
penelitian seperti ditunjukkan pada tabel II.
10
DAFTAR
PUSTAKA
[2] Perburuan Hewan Langka Merajalela. 02
Desember 2013 http://www.bimbingan.org/perburuan-hewan-langka.htm
[3] Sistem Informasi Geografis. 02 Desember
2013 http://erwingeograf. blogspot.com/2012/02/
sistem-informasi-geografi.html
[4} Pengembangan Software dengan Metode
Waterfall, 28 Desember 2013 http://www.etunas.com/web/pengembangan-software-dengan-metode-waterfall.htm
[5] Alamendah. Suruli Jawa atau
Presbytis comata Lutung Endemik Jawa. 30 Desember 2013. http://alamendah.org/2011/03/29/
[6] Alamendah. Macan Tutul Jawa
Kucing Besar Terakhir Di Jawa. 30 Desember 2013. http://alamendah.org/2010/01/25/
[8] Halimatussa’diah,
Siti. 2011. Rancang Bangun Sistem Informasi Spasial Berbasis WEBGIS pada
sebaran pencemaran udara. Tugas Akhir Jurusan Teknik Informatika Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
[9] Lubis,
Muhammad Irfansyah. 2008. Pemodelan
Spasial Habitat Katak Pohon Jawa (Rhacophorus Javanus Boettger 1893)
Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jarak Jauh Di
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Depertemen Konservasi
Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[10] Gunawan,
Hendra. 2009. Sebaran Populasi Dan Seleksi Habitat Macan Tutul
Jawa, Panthera pardus melas Cuvier 1809 Di Provinsi Jawa Tengah Fakultas
Kehutanan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
[11] Dewi Helianthi. 2007. Pemetaan Kesesuaian Habitat Owa Jawa (Hylobates Moloch Audebert
1797) Di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
[12] Marlan. 2009. Studi Sebaran Spasial Aktivitas Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae Pocock, 1929) Di Sptn V
Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci Seblat. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[13] Oktalina Susi. 2010. Tingkat Kesesuaian Dan Preferensi
Habitat Leptophryne Cruentata, Tschudi 1838. Sekolah Pascasarjan
Institut Pertanian Bogor
[14] Monika
Junita Pasaribu, Haryani Suryo Nanik. 2012. Perbandingan Teknik Interpolasi DEM
SRTM dengan Metode Invers Distance Weighted (IDW), Natural Neighbor dan Spline.
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN
[15] Yosua
Albert. 2007. Sistem Informasi Geografis Berbasis Web penyebaran Demam Berdarah
Dengue Kota Bogor. Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar